A. Penyidikan Terhadap Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Proses penyidikan terhadap anak pelaku
kejahatan atau anak nakal yang diatur dalam Pasal 41 Undang-undang Nomor 3 Tahun
1997 Tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa :
”Penyidikan terhadap anak nakal,
dilakukan oleh penyidik yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan
Kepala Kepolisian Republik
Indonesia atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Kepala Kepolisian
Republik Indonesia, dengan
syarat-syarat untuk dapat ditetapkan
sebagai penyidik adalah :
a.
Telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang
dewasa;
b.
Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.”
Dalam hal tertentu bila dipandang
perlu penyidikan dapat dibebankan kepada :
a.
Penyidik yang dilakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang diakukan oleh
orang dewasa atau
b.
Penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Undangundang yang berlaku.
Seperti halnya orang dewasa, anak
sebagai pelaku tindak pidana juga akan mengalami proses hukum yang identik
dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana, arti kata identik disini
mengandung arti ”hampir sama”, yang berbeda hanya lama serta cara
penanganannya.
Di dalam Pasal 42 Ayat ( 1 ), ( 2 )
dan ( 3 ) UU RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa :
a.
Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan;
b.
Dalam melakukan penyelidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta
pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan, dan apabila perlu juga
dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan
jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya;
c.
Proses penyidikan terhadap anak nakal wajib dirahasiakan.
Proses pemeriksaan terhadap tersangka
anak merupakan bagian dari kegiatan penyidikan yang bertujuan untuk mendapatkan
keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan barang buktinya. Juga diperlukan
kemampuan khusus yang harus dimiliki oleh pemeriksa sehingga dalam pelaksanaannya
perlakuan-perlakuan yang diberikan kepada anak harus dibedakan dengan tersangka
dewasa. Dalam proses pemeriksaan wajib dilaksanakan dengan menjunjung tingggi
hukum yang berlaku serta senantiasa memperhatikan hak asasi manusia sebagaimana
diatur dalam KUHAP.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana dikenal memiliki dua macam penyidik yakni Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang (PPNS). Dalam hal perkara pidana yang dilakukan oleh
anak-anak pada umumnya ketentuan yang dilanggar adalah peraturan pidana yang
diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), maka penyidikannya
dilakukan oleh penyidik umum dalam hal ini adalah penyidik Polri. Sejalan
dengan hal tersebut, dengan diberlakukannya, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak telah dipertegas bahwa penyidikan terhadap perkara
pidana yang pelakunya anak-anak dilakukan oleh Pejabat Polri. Dasar hukumnya
adalah Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak yang menyebutkan bahwa “
“Penyidikan terhadap anak nakal
dilakukan oleh Penyidik yang
ditetapkan berdasarkan surat keputusan
dari Kepala Kepolisian
Republik Indonesia atau pejabat lain
yang ditunjuk oleh Kepala
Kepolisian Republik Indonesia”.
Meskipun penyidiknya adalah penyidik
polri, akan tetapi tidak semua penyidik Polri dapat melakukan penyidikan
terhadap perkara pidana yang dilakukan oleh anak-anak. Dalam Undang-Undang Pengadilan
Anak dikenal adanya penyidik anak, sehingga penyidik inilah yang berwenang
melakukan penyidikan. Adapun syarat khusus selaku penyidik/penyidik pembantu
untuk dapat melaksanakan penyidikan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 sebagai berikut:
a. Penyidikan terhadap tersangka anak dilakukan oleh penyidik
anak yang diangkat oleh Kapolri atau pejabat lian yang ditunjuk oleh Kapolri
dengan surat keputusan tersendiri untuk kepentingan tersebut.
b. Untuk dapat diangkat sebagai penyidik anak maka
Undang-Undang Pengadilan Anak melalui Pasal 41 ayat (2) menetapkan syarat
syarat yang harus dipenuhi leh seorang anggota Polri yaitu telah berpengalaman
sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dan mempunyai
minat, perhatian, dedikasi serta memahami masalah anak.
c. Dalam hal tertentu belum ada penyidik anak di tempat
tersebut, maka tugas penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik umum bagi tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa atau penyidik lain yang ditetapkan
berdasarkan undang-undang berlaku.
Menjadi penyidik
anak memang tidak cukup hanya kepangkatan yang memadai tetapi juga dibutuhkan
pengalaman tugas dalam melaksanakan penyidikan. Disamping itu yang tidak kalah
pentingnya adalah mengenai minat, perhatian, dedikasi dan pemahaman masalah anak,
akan mendorong penyidik anak dalam menimba pengetahuan tentang masalah anak,
sehingga dalam melaksanakan tugasnya penyidik akan memperhatiakan kepentingan
anak.
Penahanan pada tingkat penyidikan untuk
anak-anak di tahap pertama adalah 20 hari dan jika proses penyidikan belum
selesai dapat diperpanjang selama 10 hari, jadi totalnya adalah 30 hari.
Sedangkan untuk orang dewasa pada proses penyidikan tahanan dewasa untuk tahap
pertama di tahan selama 20 hari dan dapat di perpanjang paling lama 40 hari
jadi totalnya adalah 60 hari.
Penangkapan
dan penahanan
terhadap anak pelaku kejahatan atau anak nakal diatur dalam Pasal 43, 44, 45
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak bahwa : Penangkapan
anak nakal sama seperti penangkapan terhadap orang dewasa yang dilakukan sesuai
dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu pada
Pasal 19 dan penangkapan tersebut dilakukan guna kepentingan pemeriksaan untuk
paling lama 1 ( satu ) hari.
Sama halnya seperti penangkapan,
penahanan tahap pertama terhadap anak juga sama dengan penahanan terhadap orang
dewasa yaitu dilakukan hanya berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari dan
apabila belum selesai, atas permintaan penyidik dapat diperpanjang oleh
penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 10 (sepuluh) hari.[1]
Dalam waktu 30 (tiga puluh hari),
Polri sebagai penyidik tindak pidana sudah harus menyerahkan berkas perkara
yang bersangkutan kepada Penuntut Umum. Apabila jangka waktu tersebut dilampaui
dan berkas perkara belum diserahkan maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan
demi hukum.[2]
Ketentuan
mengenai penyidikan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan anak
diatur dalam ketentuan Pasal 41-Pasal 59
Pasal 41
(1) Penyidikan
terhadap Anak Nakal, dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk
oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
(2)
Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah :
a. telah berpengalaman
sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa;
b. mempunyai
minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
(3) Dalam hal
tertentu dan dipandang perlu, tugas penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat dibebankan kepada :
a. penyidik
yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang
dewasa; atau
b. penyidik
lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-undang yang berlaku.
Pasal 42
(1) Penyidik
wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan.
(2) Dalam
melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, Penyidik wajib meminta pertimbangan
atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta
pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama,
atau petugas kemasyarakatan lainnya.
(3) Proses
penyidikan terhadap perkara Anak Nakal wajib dirahasiakan.
Penangkapan dan Penahanan
Pasal 43
(1)
Penangkapan Anak Nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
(2) Penangkapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna kepentingan pemeriksaan
untuk paling lama 1 (satu) hari.
Pasal 44
(1) Untuk
kepentingan penyidikan, Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1)
dan ayat (3) huruf a, berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang diduga
keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
(2) Penahanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku untuk paling lama 20 (dua
puluh) hari.
(3) Jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan Penyidik dapat diperpanjang
oleh Penuntut Umum yang berwenang, untuk paling lama 10 (sepuluh) hari.
(4) Dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sudah harus menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada Penuntut Umum.
(5) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan berkas perkara
belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
(6) Penahanan
terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di lingkungan Rumah
Tahanan Negara, Cabang Rumah Tahanan Negara, atau di tempat tertentu.
Pasal 45
(1) Penahanan
dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh memper-timbangkan kepentingan anak dan
atau kepentingan masyarakat.
(2) Alasan
penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dinyatakan secara tegas
dalam surat perintah penahanan.
(3) Tempat
tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa.
(4) Selama anak
ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi.
Pasal 46
(1) Untuk
kepentingan penuntutan, Penuntut Umum berwenang melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan.
(2) Penahanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 10 (sepuluh) hari.
(3) Jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan Penuntut Umum dapat
diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk paling lama 15 (lima
belas) hari.
(4) Dalam
jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari, Penuntut Umum harus melimpahkan berkas
perkara anak kepada pengadilan negeri.
(5) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan berkas perkara
belum dilimpahkan ke pengadilan negeri, maka tersangka harus dikeluarkan dari
tahanan demi hukum.
Pasal
47
(1) Untuk
kepentingan pemeriksaan, Hakim di sidang pengadilan berwenang mengeluarkan
surat perintah penahanan anak yang sedang diperiksa.
(2) Penahanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 15 (lima belas) hari.
(3) Jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri
yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(4) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan Hakim belum
memberikan putusannya, maka anak yang bersangkutan harus dikeluarkan dari
tahanan demi hukum.
Pasal 48
(1) Untuk
kepentingan pemeriksaan, Hakim Banding di sidang pengadilan berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan anak yang sedang diperiksa.
(2) Penahanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 15 (lima belas) hari.
(3) Jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi
yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(4) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan Hakim Banding
belum memberikan putusannya, maka anak yang bersangkutan harus dikeluarkan dari
tahanan demi hukum.
Pasal 49
(1) Untuk
kepentingan pemeriksaan, Hakim Kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan anak yang sedang diperiksa.
(2) Penahanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 25 (dua puluh lima) hari.
(3) Jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung
untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(4) Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan Hakim Kasasi
belum memberikan putusannya, maka anak yang bersangkutan harus dikeluarkan dari
tahanan demi hukum.
Pasal 50
(1)
Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44,
Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49, guna kepentingan pemeriksaan,
penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasarkan
alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena tersangka atau terdakwa
menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter.
(2)
Perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk
paling lama 15 (lima belas) hari, dan dalam hal penahanan tersebut masih
diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 15 (lima belas) hari.
(3)
Perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh :
a. Ketua
Pengadilan Negeri dalam tingkat penyidikan dan penuntutan;
b. Ketua
Pengadilan Tinggi dalam tingkat pemeriksaan di pengadilan negeri;
c. Ketua
Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi.
(4) Penggunaan
kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dilakukan secara bertahap dan dengan penuh tanggung jawab.
(5) Setelah
waktu 30 (tiga puluh) hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa
atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan dari
tahanan demi hukum.
(6) Terhadap
perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tersangka atau
terdakwa dapat mengajukan keberatan kepada :
a. Ketua
Pengadilan Tinggi dalam tingkat penyidikan dan penuntutan;
b. Ketua
Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan
banding.
Pasal
51
(1) Setiap
Anak Nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum
dari seorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
(2) Pejabat
yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada tersangka
dan orang tua, wali, atau orang tua asuh, mengenai hak memperoleh bantuan hukum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Setiap
Anak Nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan langsung dengan
Penasihat Hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 52
Dalam memberikan bantuan hukum kepada
anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), Penasihat Hukum berkewajiban
memperhatikan kepentingan anak dan kepentingan umum serta berusaha agar suasana
kekeluargaan tetap terpelihara dan peradilan berjalan lancar.
Penuntutan
Pasal 53
(1) Penuntutan
terhadap Anak Nakal dilakukan oleh Penuntut Umum, yang ditetapkan berdasarkan
Surat Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung.
(2)
Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah :
a. telah
berpengalaman sebagai penuntut umum tindak pidana yang dilakukan oleh orang
dewasa;
b. mempunyai
minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
(3) Dalam hal
tertentu dan dipandang perlu, tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat dibebankan kepada Penuntut Umum yang melakukan tugas penuntutan bagi
tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Pasal 54
Dalam hal Penuntut Umum berpendapat
bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka ia wajib dalam
waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Paragraf
4
Pemeriksaan
di Sidang Pengadilan
Pasal 55
Dalam perkara Anak Nakal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 2, Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing
Kemasyarakatan, orang tua, wali, atau orang tua asuh dan saksi, wajib hadir
dalam Sidang Anak.
Pasal 56
(1) Sebelum
sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan
laporan hasil penulisan kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan.
(2) Laporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berisi :
a. data
individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan
b.kesimpulan
atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 57
(1) Setelah
Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk umum, terdakwa
dipanggil masuk beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat Hukum,
dan Pembimbing Kemasyarakatan.
(2) Selama
dalam persidangan, terdakwa didampingi orang tua, wali, atau orang tua asuh,
Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 58
(1) Pada waktu
memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa dibawa keluar ruang
sidang.
(2) Pada waktu
pemeriksaan saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), orang tua, wali, atau
orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap hadir.
Pasal 59
(1) Sebelum
mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali,
atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi
anak.
(2) Putusan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penulisan
kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
(3) Putusan
pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
B. Perbedaan Peyidikan Anak dan Orang Dewasa Dalam KUHAP
Kewenangan melakukan penyidikan
dicantumkan dalam Pasal 6 KUHAP, namun pada praktiknya, sekarang ini terhadap
beberapa tindak pidana tertentu ada penyidik-penyidik yang tidak disebutkan di
dalam KUHAP. Untuk itu pada subbab ini akan dipaparkan siapa sajakah penyidik
yang disebutkan di dalam KUHAP dan siapa saja yang juga yang merupakan peyidik
namun tidak tercantum di dalam KUHAP. Adapun tugas penyidik itu sendiri antara
lain adalah:
Pertama,
membuat berita acara
tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP. (pasal
8 ayat (1) KUHAP)
Kedua , menyerakan ber kas perkara
kepada penuntut umum. (Pasal 8 ayat (2) KUHAP),
Ketiga
, penyidik yang
mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa
yang patut diduga merupakan tindak pidana korupsi wajib segera melakukan
penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP),
Keempat,
menyerahkan tanggung
jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3)
KUHAP),
Kelima
, dalam hal penyidik
telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana,
penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum. (Pasal 109 ayat (1)
KUHAP),
Keenam , wajib segera menyerahkan
berkas perkara penyidikan kepada penuntut umum, jika penyidikan dianggap telah
selesai. (Pasal 110 ayat (1) KUHAP).
Ketujuh
, dalam hal penuntut
umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera
melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum (Pasal
110 ayat (3) KUHAP),
Kedelapan
, setelah menerima
penyerahan tersangka, penyidik wajib melakukan pemeriksaan dan tindakan lain
dalam rangka penyidikan (Pasal 112 ayat (2) KUHAP),
Kesembilan
, Sebelum dimulainya
pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan kepada orang yang disangka melakukan
suatu tindak pidana korupsi, tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau
bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum (Pasal 114
KUHAP),
Kesepuluh
, wajib memanggil dan
memeriksa saksi yang menguntungkan bagi tersangka (Pasal 116 ayat (4) KUHAP),
Kesebelas
, wajib mencatat
dalam berita acara sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka (Pasal
117 ayat (2) KUHAP),
Keduabelas
, wajib
menandatangani berita acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi, setelah
mereka menyetuji isinya (Pasal 118 ayat (2) KUHAP),
Ketigabelas
, dalam hal tersangka
ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan dijalankan, penyidik
harus mulai melakukan pemeriksaan (Pasal 122 KUHAP),
Keempatbelas
, dalam rangka
melakukan penggeledahan rumah, wajib terlebih dahulu menjukkan tanda
pengenalnya kepada ter sangka atau keluarganya (Pasal 125 KUHAP),
Kelimabelas
, membuat berita
acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah (Pasal 126 ayat (1)
KUHAP),
Keenambelas
, membacakan terlebih
dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah kepada yang bersangkutan, kemudian
diberi tanggal dan ditandatanganinya, tersangka atau keluarganya dan atau
kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 126 ayat (2)
KUHAP),
Ketujuhbelas
, wajib menunjukkan
tanda pengenalnya terlebih dahulu dalam hal melakukan penyitaan (Pasal 128
KUHAP),
Kedelapanbelas
, memperlihatkan
benda yang akan disita kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang
benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau ketua
lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP),
Kesembilanbelas
, Penyidik membuat
berita acara penyitaan (Pasal 129 ayat (2) KUHAP),
Keduapuluh
, menyampaikan
turunan berita acara penyitaan kepada atasannya, keluarganya dan Kepala Desa
(Pasal 129 ayat (4) KUHAP),
Keduapuluh
satu , menandatangani
benda sitaan sesaat setelah dibungkus (Pasal 130 ayat (1) KUHAP),
Menurut
Buku Petunjuk Pelaksanaan Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana, yang
ditetapkan oleh Kapolri Jendral Polisi Drs. Rusdihardjo tanggal 1 September
2000 di Jakarta, di dalam Bab II (Penggolongan) disebutkan bahwa
kegiatan-kegiatan pokok dalam rangka penyidikan tindak pidana dalam buku
petunjuk pelaksanaan (Bujuklak) ini dapat digolongkan sebagai berikut:[3]
a.
Penyidikan tindak pidana meliputi:
1. Penyelidikan
2. Penindakan
a. Pemanggilan
b. Penangkapan
c. Penahanan
d.
Penggeledahan
e. Penyitaan
3.
Pemeriksaan
a. Saksi
b. Ahli
c. Tersangka
4. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas
Perkara
a. Pembuatan Resume
b. Penyusunan Berkas Perkara
c. Penyerahan Berkas Perkara
b. Dukungan Teknis Penyidikan
c. Administrasi Penyidikan
d. Pengawasan dan Pengendalian
Penyidikan.
Adapun Proses penyidikan tindak pidana
sebagaimana yang diatur dalam buku himpunan Buku Petunjuk Pelaksanaan, Buku
Petunjuk Laporan, dan Buku Petunjuk Proses Penyidikan Tindak Pidana cetakan
ke-2 tahun 2001 menyatakan bahwa penyidikan tindak pidana terdiri dari 5 (lima)
tahap yakni:
1.
Penyelidikan;
2. Penindakan
yang meliputi pemanggilan, penangkapan, penggeledahan, penyitaan dan penahanan;
3.
Pemeriksaan;
4.
Pemberkasan; dan
5. Penyerahan
berkas perkara ke penuntut umum.
Pada
dasarnya proses penyidikan yang diatur dalam KUHAP dengan penyidikan terhadap
anak dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak akan tetapi
ada hal-hal atau perbedaan perlakuan yang perlu diperhatikan oleh penyidik
dalam melakukan penyidikan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana.
Perbedaan perlakuan tersebut dikarenakan anak merupakan generasi penerus bangsa
dan dipandang mempunyai kesempatan untuk memperbaiki diri dalam mencapai masa
depan yang cerah. Selain hal tersebut perbedaan perlakuan yang diberikan agar
tidak menimbulkan dampak psikis bagi anak, mengingat usia mereka dapat
menimbulkan efek trauma karena kondisi mental yang masih labil. Proses penyidikan
yang dilakukan oleh Penyidik/penyidik pembantu Polri terhadap tersangka anak
ada hal-hal yang menjadi kekhususan bagi anak yang tidak bisa dipandang sama
terhadap pemeriksaan bagi orang dewasa. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya
untuk melndungi dan menjamin terlaksananya hak-hak asasi tersangka anak dan
memberikan perlindungan hukun terhadap tersangka anak guna mendapatkan
kebenaran terhadap suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak tersebut.
Selain perbedaan perlakuan penyidik
yang berwenang melakukan penyidikan terhadap anak juga harus memenuhi syarat
tertentu. Adapun syarat khusus selaku penyidik/penyidik pembantu untuk dapat
melaksanakan penyidikan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 sebagai berikut:
a. Penyidikan terhadap tersangka anak dilakukan oleh penyidik
anak yang diangkat oleh Kapolri atau pejabat lian yang ditunjuk oleh Kapolri
dengan surat keputusan tersendiri untuk kepentingan tersebut.
b. Untuk dapat diangkat sebagai penyidik anak maka
Undang-Undang Pengadilan Anak melalui Pasal 41 ayat (2) menetapkan syarat
syarat yang harus dipenuhi leh seorang anggota Polri yaitu telah berpengalaman
sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dan mempunyai
minat, perhatian, dedikasi serta memahami masalah anak.
c. Dalam hal tertentu belum ada penyidik anak di tempat
tersebut, maka tugas penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik umum bagi tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa atau penyidik lain yang ditetapkan
berdasarkan undang-undang berlaku.
Menjadi penyidik anak memang tidak
cukup hanya kepangkatan yang memadai tetapi juga dibutuhkan pengalaman tugas
dalam melaksanakan penyidikan. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah
mengenai minat, perhatian, dedikasi dan pemahaman masalah anak, akan mendorong
penyidik anak dalam menimba pengetahuan tentang masalah anak, sehingga dalam
melaksanakan tugasnya penyidik akan memperhatiakan kepentingan anak.
Dalam hal ini, perlindungan hukum yang
diberikan oleh penyidik/penyidik pembantu anak dalam bentuk pemberian hak-hak
yang telah ditentukan dalam undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
Konvensi PBB tentang Hak-hak anak, serta peraturan perundang-undangan lainnya
yang mendukung adanya perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi tersangka
dalam perkara pidana.
Adapun perbedaan antara penahanan terhadap anak dengan penahanan orang
dewasa terletak di jangka waktu perpanjangan penahanan apabila proses
penyidikan belum selesai. Jika anak-anak diperpanjang paling lama 10 (sepuluh)
hari tapi jika orang dewasa dapat diperpanjang paling lama 40 (empat puluh)
hari. Disamping itu penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk
anak di lingkungan Rumah Tahanan Negara, Cabang Rumah Tahanan Negara atau di
tempat tertentu.
Pasal
45 Undang-undang Peradilan
Anak menyebutkan bahwa penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan
kepentingan anak dan/atau kepentingan masyarakat. Alasan penahanan harus
dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan. Tempat penahanan anak
harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa dan selama anak ditahan,
kebutuhan jasmani, rohani serta sosial anak harus dipenuhi.
Di dalam Pasal 42 Ayat ( 1 ), ( 2 )
dan ( 3 ) UU RI No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak menyebutkan bahwa :
a.
Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan;
b. Dalam melakukan penyelidikan terhadap anak
nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing
kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran
dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan
lainnya;
c. Proses penyidikan terhadap anak nakal wajib
dirahasiakan.
Berdasarkan Undang-undang RI No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa batas usia pertanggungjawaban Kriminal
Anak adalah diatur pada pasal 4 ayat ( 1 ) ” Batas umur anak nakal yang dapat diajukan
ke Sidang Anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun
dan belum pernah kawin ”. Kemudian pada Pasal 4 Ayat ( 2 ) disebutkan : ” Dalam
hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam
ayat ( 1 ) dan diajukan ke siding pengadilan setelah anak yang bersangkutan
melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai 21 tahun tetap diajukan ke
sidang anak.
C. Penyidikan Anak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak wajib diutamakan upaya diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian
perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan.
Ketentuan-ketentuan penyidikan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal sebagai
berikut:
Dalam
Pasal 7
(1) Pada tingkat penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan
Diversi.
Penyidikan
Pasal
26
(1) Penyidikan terhadap perkara Anak
dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pemeriksaan terhadap Anak Korban
atau Anak Saksi dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Syarat untuk dapat ditetapkan
sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. telah berpengalaman sebagai
penyidik;
b. mempunyai minat, perhatian,
dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
c. telah mengikuti pelatihan teknis
tentang peradilan Anak.
(4) Dalam hal belum terdapat Penyidik
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tugas penyidikan
dilaksanakan oleh penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang dilakukan
oleh orang dewasa.
Pasal
27
(1) Dalam melakukan penyidikan
terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing
Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
(2) Dalam hal dianggap perlu, Penyidik
dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog,
psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial, dan tenaga ahli lainnya.
(3) Dalam hal melakukan pemeriksaan
terhadap Anak Korban dan Anak Saksi, Penyidik wajib meminta laporan sosial dari
Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial setelah tindak
pidana dilaporkan atau diadukan.
Pasal
28
Hasil
Penulisan Kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada Penyidik dalam
waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan penyidik
diterima.
Pasal
29
(1) Penyidik wajib mengupayakan Diversi
dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai.
(2) Proses Diversi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya
Diversi.
(3) Dalam hal proses Diversi berhasil
mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta
Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
(4) Dalam hal Diversi gagal, Penyidik
wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan
melampirkan berita acara Diversi dan laporan penulisan kemasyarakatan.
Penangkapan
Ketentuan mengenai penangkapan dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan Pidana Anak ini
diatur dalam ketentuan Pasal 30-Pasal 40
Pasal
30
(1) Penangkapan terhadap Anak
dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam.
(2) Anak yang ditangkap wajib
ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus Anak.
(3) Dalam hal ruang pelayanan khusus
Anak belum ada di wilayah yang bersangkutan, Anak dititipkan di LPKS.
(4) Penangkapan terhadap Anak wajib
dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan
umurnya.
(5) Biaya bagi setiap Anak yang
ditempatkan di LPKS dibebankan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pasal
31
(1) Dalam melaksanakan penyidikan,
Penyidik berkoordinasi dengan Penuntut Umum.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 1 X 24 (satu kali dua puluh
empat) jam sejak dimulai penyidikan.
Pasal
32
(1) Penahanan terhadap Anak tidak
boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau
lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak
barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.
(2) Penahanan terhadap Anak hanya
dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. Anak telah berumur 14 (empat belas)
tahun atau lebih; dan
b. diduga melakukan tindak pidana
dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.
(3) Syarat penahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah
penahanan.
(4) Selama Anak ditahan, kebutuhan
jasmani, rohani, dan sosial Anak harus tetap dipenuhi.
(5) Untuk melindungi keamanan Anak,
dapat dilakukan penempatan Anak di LPKS.
Pasal
33
(1) Penahanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh)
hari.
(2) Jangka waktu penahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Penyidik dapat diperpanjang oleh
Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari.
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.
(4) Penahanan terhadap Anak
dilaksanakan di LPAS.
(5) Dalam hal tidak terdapat LPAS,
penahanan dapat dilakukan di LPKS setempat.
Pasal
34
(1) Dalam hal penahanan dilakukan
untuk kepentingan penuntutan, Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling
lama 5 (lima) hari.
(2) Jangka waktu penahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh
Hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari.
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.
Pasal
35
(1) Dalam hal penahanan dilakukan
untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan
penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan
negeri paling lama 15 (lima belas) hari.
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) telah berakhir dan Hakim belum memberikan putusan, Anak
wajib dikeluarkan demi hukum.
Pasal
36
Penetapan pengadilan mengenai
penyitaan barang bukti dalam perkara Anak harus ditetapkan paling lama 2 (dua) hari.
Pasal
37
(1) Dalam hal penahanan dilakukan
untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat banding, Hakim Banding dapat melakukan
penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang oleh ketua
pengadilan tinggi paling lama 15 (lima belas) hari.
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim Banding belum
memberikan putusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.
Pasal
38
(1) Dalam hal penahanan terpaksa
dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi, Hakim Kasasi dapat
melakukan penahanan paling lama 15 (lima belas) hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atas permintaan Hakim Kasasi dapat diperpanjang oleh Ketua
Mahkamah Agung paling lama 20 (dua puluh) hari.
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim Kasasi belum
memberikan putusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.
Pasal
39
Dalam hal jangka waktu penahanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), Pasal 34 ayat (3), Pasal 35 ayat
(3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) telah berakhir, petugas tempat
Anak ditahan harus segera mengeluarkan Anak demi hukum.
Pasal
40
(1) Pejabat yang melakukan penangkapan
atau penahanan wajib memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak
memperoleh bantuan hukum.
(2) Dalam hal pejabat tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penangkapan atau
penahanan terhadap Anak batal demi hukum.
Penuntutan
Adapun Ketentuan mengenai penuntutan
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
ini diatur dalam ketentuan Pasal 41-Pasal 42
Pasal
41
(1) Penuntutan terhadap perkara Anak
dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung
atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung.
(2) Syarat untuk dapat ditetapkan
sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. telah berpengalaman sebagai
penuntut umum;
b. mempunyai minat, perhatian,
dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
c. telah mengikuti pelatihan teknis
tentang peradilan Anak.
(3) Dalam hal belum terdapat Penuntut
Umum yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas
penuntutan dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi
tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Pasal
42
(1) Penuntut Umum wajib mengupayakan
Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari Penyidik.
(2) Diversi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Dalam hal proses Diversi berhasil
mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta
kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
(4) Dalam hal Diversi gagal, Penuntut
Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan perkara ke
pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penulisan kemasyarakatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar