I.
PENDAHULUAN
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, pasti
tidak terlepas dalam benak kita menganai Teori Stuffenbau Hans Kelsen. Hans
Kelsen dalam Teori Stuffenbau membahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia
berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis
dalam suatu hierarki tata susunan. Teori Stufenbau adalah teori mengenai sistem hukum
oleh Hans Kelsen
yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah
berjenjang dimana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma
hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi)
harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar (grundnorm).[1] Teori Stuffenbau semakin diperjelas dalam hukum positif
di Indonesia dalam bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan. Undang-undang menganai pembentukan peraturan
perundang-undangan pertama kali dipositifkan dalam Undang-Undang Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 2004 setidak-tidaknya
mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan
dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua
lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan
kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundangundangan
yang baik sehingga perlu diganti. Kemudian, pergantian tersebut ditandai dengan
adanya undang-undang terbaru mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembetukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan secara umum memuat
materi-materi pokok yang disusun secara sistematis sebagai berikut: asas
pembentukan Peraturan Perundang-undangan; jenis, hierarki, dan materi muatan,
Peraturan Perundang-undangan; perencanaan Peraturan Perundangundangan;
penyusunan Peraturan Perundang-undangan; teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang;
pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan
Peraturan Daerah.
Untuk itu, makalah singkat ini akan memfokuskan pada 2 (dua)
pokok bahasan penting terkait keberadaan TAP MRP dalam sistem
perundang-undangan Indonesia, yakni :
1. Bagaimana Hierarki Peraturan
Perundang-Undangan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?
2.
Bagaimanakah mekanisme pembentkan peraturan desa berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan?
II. PEMBAHASAN
II. PEMBAHASAN
A.
Hierarki
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Peraturan perundang-undangan,
dalam konteks negara Indonesia, adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang mengikat secara umum. Hierarki
maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Adapun jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan
Peraturan Perundang-undangan ditegaskan dalam Pasal 7
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas :
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
a.
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Definisi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meyebutkan :
”Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.”
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan
hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia dalam Peraturan
Perundang-undangan, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan
negara. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. UUD1945
mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949. Setelah itu
terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun
melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku
kembali sampai dengan sekarang.
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
TAP
MPR merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban
kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR atau bentuk putusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan
(beschikking). Dimasukkannya kembali TAP MPR dalam tata urutan
perundang-undangan berdasarkan apa yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hanya merupakan
bentuk penegasan saja bahwa produk hukum yang dibuat berdasarkan TAP MPR, masih
diakui dan berlaku secara sah dalam sistem perundang-undangan Indonesia.
c.
Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Definisi ”Undang-Undang” sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 angka 3 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan:
”Undang-Undang adalah Peraturan
Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan
bersama Presiden. ”
Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang
merupakan produk bersama dari presiden dan DPR (produk legislatif), dalam
pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang mengajukan RUU yang akan
sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya.
Undang-Undang
memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi
politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan
tujuan dalam bentuk negara
d.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Definisi ”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang”
diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan:
”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.”
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Perpu dibuat oleh presiden saja,
tanpa adanya keterlibatan DPR.
2) Perpu harus diajukan ke DPR dalam
persidangan yang berikut.
3) DPR dapat menerima atau menolak
Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
4) Jika ditolak DPR, Perpu tersebut
harus dicabut.
e.
Peraturan Pemerintah (PP)
Definisi ”Peraturan Pemerintah” diatur dalam Pasal 1
angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan:
“Peraturan Pemerintah adalah
Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya.”
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan
di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan
Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di
dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada
Undang-Undang menurut hirarkinya tidak boleh tumpangtindih atau bertolak
belakang.
”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.”
Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
5) Perpu dibuat oleh presiden saja,
tanpa adanya keterlibatan DPR.
6) Perpu harus diajukan ke DPR dalam
persidangan yang berikut.
7) DPR dapat menerima atau menolak
Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
8) Jika ditolak DPR, Perpu tersebut
harus dicabut.
f.
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan
Presiden merupakan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
g.
Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Provinsi atau Perda Provinsi merupakan Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dengan persetujuan bersama Gubernur. Peraturan daerah dan keputusan kepala
daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang
berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah
administrasi. Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah
tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat
menetapkan peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundangan diatasnya.
h.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
B.
Mekanisme
Pembentukan Peraturan Desa
1.
Kedudukan Peraturan
Desa
Keberadaan Peraturan Desa mulai dikenal sebagai salah
satu bentuk peraturan perundang-undangan sejak diundangkannya Undang-Undang
nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai salah satu tugas dari
Badan Perwakilan Desa, sebuah badan yang dibentuk sebagai perwujudan demokrasi
ditingkat desa. Pemberlakuan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah
yang baru melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
tetap mengakui dan menguatkan Peraturan Desa meskipun tetap belum memberikan
definisi atau batasan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Peraturan
Desa. Definisi tentang Peraturan Desa disebutkan di dalam Pasal 1 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu
Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama
lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. Definisi ini juga yang
digunakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang merupakan
pengaturan lebih lanjut tentang Desa.
Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Peraturan
Desa didudukan menjadi salah satu jenis peraturan perundang-undangan di dalam
hierarkhi yang digolongkan ke dalam salah satu bentuk Peraturan Daerah. Hal ini
kemudian hari diakui sebagai sebuah kesalahan karena Peraturan Desa berbeda
dengan Peraturan Daerah sehingga di dalam Undang-Undang tentang pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundang-undangan, tetapi
tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu jenis peratuan perundang-undangan
dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.
2.
Materi Muatan
Peraturan Desa
Undang-Undang 32 Tahun 2004 tidak menyebut secara khusus
tentang apa saja materi muatan Peraturan Desa, tetapi hanya menyebutkan untuk
pembentukan lembaga kemasyarakatan desa dan pengelolaan keuangan desa yang
disusun dalam anggaran pendapatan dan belanja desa harus ditetapkan di dalam
peraturan desa (pasal 211 dan Pasal 212). Sedangkan Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 menyebutkan bahwa materi muatan Peraturan Desa adalah
seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa serta penjabaran lebih
lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pada pasal 55 menyebutkan bahwa Peraturan Desa
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, penjabaran lebih
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Adapun materi muatan Peraturan Desa
dilarang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa menurut
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
a.
urusan pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan hak asal usul desa;
b.
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c.
tugas pembantuan dari
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d.
urusan pemerintahan lainnya
yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Jika mengacu kepada Pasal 13 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2004 tentu saja materi muatan Peraturan Desa menjadi sangat luas,
sedangkan pembagian urusan pemerintahan yang kemudian diatur di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 hanya mengatur hingga Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, sehingga apa yang akan diatur oleh Peraturan Desa sudah
sedemikian terbatas dan bergantung kepada pendelegasian atau tugas pembantuan
dari pemerintahan ditingkat yang lebih tinggi. Mengacu pada pasal 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tersebut maka artinya Pemerintah Desa
tidak dapat begitu saja membentuk sebuah peraturan desa untuk menjabarkan
sebuah peraturan perundang-undangan ditingkat lebih tinggi jika tidak ada
perintah dari peraturan perundang-undangan atau pendelegasian karena urusan
atau kewenangan asli yang diselenggarakan oleh desa sangat terbatas.
Materi muatan yang secara khusus disebut di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 untuk ditetapkan dengan Peraturan Desa
adalah pembentukan dusun atau dengan sebutan lain (Pasal 3), susunan organisasi
dan tata kerja Pemerintah desa (Pasal 12), APBDes (Pasal 61 dan 73) Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (Pasal 64), Pengelolaan Keuangan Desa (Pasal
76), Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Pasal 78), dan Pembentukan Lembaga
Kemasyarakatan (Pasal 89).
3.
Mekanisme pembentukan
peraturan desa
Secara khusus Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 memerintahkan bahwa pedoman Pembentukan dan mekanisme
penyusunan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.
Peraturan Daerah yang mengatur tentang pedoman
pembentukan dan mekanisme penyusunan Peraturan Desa tersebut sekurang-kurangnya
memuat:
a.
asas pembentukan;
b.
perencanaan penyusunan;
c.
materi muatan;
d.
pembahasan dan pengesahan;
e.
teknik penyusunan;
f.
penyebarluasan; dan
g.
partisipasi masyarakat.
Akan tetapi penyusunan Peraturan Daerah dimaksud
juga harus memperhatikan perkembangan terbaru, khususnya dengan ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dimana Peraturan Desa tidak lagi ditempatkan di dalam
hierarkhi peraturan perundang-undangan sehingga beberapa hal khususnya dalam
materi muatan harus disesuaikan. Sistematika di batang tubuh dapat disesuaikan
dengan kebutuhan, tidak harus mengikuti susunan di dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun
2006 Tentang Pedoman Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa
Adapun substansi yang perlu diperjelas atau dipertegas di dalam
Peraturan Daerah tersebut adalah :
a.
materi muatan Peraturan Desa;
b.
perencanaan penyusunan
peraturan desa yang berdasarkan kebutuhan nyata, baik berdasarkan perintah
perundang-undangan yang lebih tinggi, perlunya kajian yang dibutuhkan dalam hal
peraturan desa tertentu seperti pembentukan dusun;
c.
mekanisme pembahasan, hak BPD
dan Kepala Desa, bisa menjadi acuan Peraturan Tata Tertib pembahasan di BPD.
d.
mekanisme pengawasan preventif
dan represif, dalam hal ini Peraturan Daerah perlu menegaskan pendelegasian
pengawasan kepada camat atau tidak, instansi mana yang bertugas melakukan
pengawasan Peraturan Desa di Pemerintah Kabupaten, bagaimana dengan peran bagian
hukum di kabupaten, pengajuan keberatan terhadap Peraturan Desa oleh
masyarakat, pembatalan Peraturan Desa;
e.
mekanisme partisipasi masyarakat, bukan
sekedar norma umum;
Sedangkan hal-hal lain dapat mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan disesuaikan dengan kepentingan
daerah. Pada intinya Penyusunan Peraturan Desa bukanlah sebuah kegiatan
yang dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi tugas yang diemban oleh Kepala
Desa dan BPD, melainkan benar-benar untuk menyelesaikan permasalahan dan memberikan
manfaat bagi masyarakat desa. Peraturan Desa sebagai salah satu instrumen hukum
yang mengatur masyarakat harus memiliki wibawa sehingga dipatuhi oleh
masyarakatnya sendiri.
III.
PENUTUP
Dari pemaparan
di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. hierarki
peraturan perundang undangan dalam sistem Hukum di Indonesia mengacu pada Pasal
7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Daftar Pustaka
R. Septyarto Priandono, 2011. Mekanisme Pembentukan Peraturan Desa. http://www.kumham-jogja.info/karya-ilmiah/37-karya-ilmiah-lainnya/347-mekanisme-pembuatan-peraturan-desa
Undang
–undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa