Sangat menarik berita yang dirilis dalam www.voanews.com pada Hari Sabtu tanggal 4 Februari 2012 dengan judul “Aktivis dan Wartawan Lirik Pesawat Tak Berawak untuk Ungkap Pelanggaran”. Berita tersebut merilis tentang para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), kelompok-kelompok lingkungan dan wartawan kian mengalihkan perhatian mereka kepada pesawat-pesawat tak berawak untuk mengungkap berbagai kasus pelanggaran. Era perkembangan teknologi militer saat ini yang berkembang semakin pesat melahirkan sebuah inovasi baru yaitu, pesawat tanpa awak atau drone. Pesawat jenis ini banyak digunakan sebagai pesawat intai dalam dunia militer dan untuk melancarkan serangan militer.
Berdasarkan laporan dari wartawan VOA Nico Colombant dari Washington melaporkan tentang bagaimana pesawat-pesawat terbang tak berawak itu digunakan bukan saja oleh pemerintah negara-negara untuk misi pengintaian dan melancarkan serangan militer. Akan tetapi pesawat tanpa awak tersebut kini digunakan dalam fungsi lain di luar dari kegiatan militer yang kini juga digunakan dalam dunia jurnalisme sebagaimana dalam sebuah video Youtube baru-baru ini, pesawat tanpa awak yang disebut RoboKopter dilengkapi kamera video terbang di atas gelombang demonstran dan polisi anti huru-hara Polandia di Warsawa Begitupula diberitakan bahwa sebuah situs internet bernama Future Journalism Project menggarisbawahi peliputan tersebut. Sebagaimana dilaporkan situs tersebut juga menyebut sebuah laboratorium eksperimen di Universitas Nebraska-Lincoln yang meneliti berbagai kemungkinan dari apa yang disebut "drone journalism" – atau jurnalisme pesawat tak berawak, dengan mengirimkan kamera-kamera terbang dengan alat GPS untuk meliput berbagai peristiwa penting dan menangkap gambar-gambar video yang disukai para pemirsa. Hal tersebut menunjukkan berbagai kegunaan positif penggunaan pesawat tanpa awak dalam dunia jurnalisme.
Salah Satu Jenis Pesawat Tanpa Awak (sumber: www.voanews.com)
Selain dalam bidang jurnalisme pesawat tanpa awak pun kini dimulai dan diminati oleh aktivis Lingkungan dan HAM. Sebagaimana laporan wartawan VOA Nico Colombant dalam www.voanews.com, Organisasi “Sea Shepherd Conservation Society” yang merupakan organisasi aktivis lingkungan dalam situsnya merinci sebagian strategi mereka untuk menghadapi armada gelap pencari ikan paus itu. Ini tampaknya mencakup penggunaan pesawat-pesawat tak berawak, yang kata kelompok-kelompok aktivis, mereka gunakan Desember lalu untuk memantau laut-laut di Hemisfer Selatan. Sedangkan aktivis HAM Andrew Stobo Sniderman, salah seorang pendiri “Genocide Intervention Network,” baru-baru ini menulis sebuah artikel yang diterbitkan koran The New York Times dengan judul "Drones for Human Rights." Aktivis HAM itu mengemukakan, banyak yang diperoleh dari informasi yang didapat dari kamera-kamera terbang itu tentang berbagai zona konflik seperti Suriah atau bagian timur Republik Demokratik Kongo.
Penggunaan pesawat tanpa awak untuk kepentingan misi lingkungan dan HAM tersebut menciptakan solusi baru dalam mengungkapkan bukti-bukti gambar yang sulit didapatkan melalui cara yang biasa. Akan tetapi, hal yang sangat perlu diperhatikan dalam penggunaan pesawat tanpa awak atau drone ini, yaitu, ketika digunakan untuk mengambil gambar atau video baik yang berkaitan dengan misi lingkungan maupun pelanggaran HAM adalah ketika pesawat tersebut digunakan untuk misi yang memasuki wilayah udara yang merupakan kedaulatan suatu negara lain. Hal tersebut akan menjadi suatu pelanggaran terhadap batas wilayah suatu negara yang merupakan pelanggaran terhadap Hukum Internasional berdasarkan Piagam PBB. Apalagi jika negara yang bersangkutan tidak memberikan ijin terbang memasuki wilayah kedaulatan udaranya.
Piagam PBB mengakui prinsip-prinsip kedaulatan dan persamaan kedaulatan semua negara, integritas teritori, dan tindakan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara manapun sebagaimana tertuang dalam Article 1 dan Article 2. Dengan masuknya pesawat tanpa awak tersebut dalam batas wilayah negara lain maka tindakan aktivitas tersebut akan menjadi ilegal dikarenakan bertentangan dengan norma-norma Hukum Internasional yang diterima secara universal terkait kedaulatan dan tak-dilanggarnya wilayah udara satu negara berdaulat dan tujuan dasar hubungan damai serta bersahabat yang seharusnya ada di antara negara berdaulat. Maka dari itu sebelum melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan pesawat tanpa awak dalam misi Hak Asasi Manusia yang melintasi batas suatu negara yang berdaulat ada baiknya Aktivis atau Organisasi Hak Asasi Manusia sebaiknya mengajukan permohonan atau telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk melalui Resolusi PBB No. 60/251 pada tanggal 15 Maret 2006.
mantap..
BalasHapusterima kasih
Hapusnice
BalasHapusInfornya menarik sekali.
BalasHapusBagaimana dengan penggunaan satelit yang digunakan untuk mengambil foto wilayah di negara lain? Hampir sama kan kasusnya dengan pesawat tanpa awak itu? Sama-sama mengambil informasi dari negara lain,cuma perlu diperjelas apakah satelit itu dilegalkan.
iya sich sebenarnya sama juga cuma modusnya yang berbeda
Hapusiya dari segi fungsi sama jika digunakan untuk mengumpulkan informasi d kedaulatan negara lain, untuk kegiatan positif pasti legal tapi jika mengusik kedaulatan negara lain ya ilegal kan menyalahi piagam PBB lagi,hehhehe
BalasHapusmantap kanda!? sekedar saran nih kalo boleh kanda!?
BalasHapusmungkin lebih bagus kalo dikaitkan dengan dalam negeri, misalnya ada juga permasalahan ini di dalam negeri, atau apa dampaknya terhadap indonesia...
secara umum sudah bagus kanda, ada sumbernya, gambaran umum, inti masalah, dampak, n solusi (katanya pak Adi #anak_bindo) :D
ide yang sangat brilian kak...., tapi kalau bisa di beri contoh atau kasus di lapangan yang bisa lebih memperjelas tentang proses pengerjaanya. heheheh sotoy
BalasHapusHEHEHEHE Kau fadil bisa aja...jangan dikaitkan dengan bindo ya, nilai bindoku d SMA standar kayaknya da ada yang nyangkut sampe sekarang,hhehehhe klo permasalahan dalam negeri kayaknya anda yg lebih tau....
BalasHapusMario contoh kasusnya di lapangan pesawat mata-mata tanpa awak, RQ-170 Sentinel, milik Amerika Serikat masuk Iran 4 Desember lalu.
Good Job Omer.... senangji itu pa Adi dek.. hehehehe...
HapusHey dek sorry for the late respond, ya, very interesting. Kl mnurutku sih, lepas dari sangat bergunanya informasi dan fakta yg ditemukan via pesawat tak berawak, toh etap dianggap sbg pelanggaran nyata dr kedaulatan udara. ga cuma mlanggar piagam PBB, yg lebih spesifik lagi melanggar Ps 1 Konvensi Chicago ttg hak kedaulatan udara. Otomatis datanya ilegal donnn.
BalasHapuswell, sekian dulu deh ya komen sy.
Keep up the good work dek :)
right!!!konvensi chicago 1944
Hapussaya sih agak buta ttg hukum internasional bro, tapi salutlah niatx untuk cari pelanggar HAM internasional yang masih kasat mata...tapi bagaimana caranya mau efektif bro, kalo yang didepan mata saja tidak ditindak...setidaknya pelaku HAM internasional yang di judge hanyalah lawan politik dari anggota pemegang hak veto di PBB...
BalasHapusMaka dari itu Indonesia sebagai anggota dewan HAM harus memperjuangkannya seperti Masalah di Iran dan Palestina
Hapustulisan yg menarik, mauka komen tapi banyakmi yg komen di fb juga, jadi mauja blg ditingkatkan lagi, sering2 psting hal2 yg bermnfaat dan informatif :)
BalasHapusterima kasih kanda, mohon dukungannya...
HapusPenggunaan pesawat tanpa awak untuk pencarian berita sangat baik. terlebih untuk peliputan dalam kasus" kerusuhan, demi keselamatan jurnalis.
BalasHapusAkan tetapi, penggunaan pesawat tanpa awak dalam hal peliputan sebaiknya juga tetap memperhatikan etika" peliputan.