Powered By Blogger

Rabu, 08 Februari 2012

Aktivis dan Wartawan Lirik Pesawat Tak Berawak untuk Ungkap Pelanggaran dalam Tinjauan Hukum Internasional


Sangat menarik berita yang dirilis dalam www.voanews.com pada Hari Sabtu tanggal 4 Februari 2012 dengan judul Aktivis dan Wartawan Lirik Pesawat Tak Berawak untuk Ungkap Pelanggaran”. Berita tersebut merilis tentang para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), kelompok-kelompok lingkungan dan wartawan kian mengalihkan perhatian mereka kepada pesawat-pesawat tak berawak untuk mengungkap berbagai kasus pelanggaran. Era perkembangan teknologi militer saat ini yang berkembang semakin pesat melahirkan sebuah inovasi baru yaitu, pesawat tanpa awak atau drone. Pesawat jenis ini banyak digunakan sebagai pesawat intai dalam dunia militer dan untuk melancarkan serangan militer.
Berdasarkan laporan dari wartawan VOA Nico Colombant dari Washington melaporkan tentang bagaimana pesawat-pesawat terbang tak berawak itu digunakan bukan saja oleh pemerintah negara-negara untuk misi pengintaian dan melancarkan serangan militer. Akan tetapi pesawat tanpa awak tersebut kini digunakan dalam fungsi lain di luar dari kegiatan militer yang kini juga digunakan dalam dunia jurnalisme sebagaimana dalam sebuah video Youtube baru-baru ini, pesawat tanpa awak yang disebut RoboKopter dilengkapi kamera video terbang di atas gelombang demonstran dan polisi anti huru-hara Polandia di Warsawa Begitupula diberitakan bahwa sebuah situs internet bernama Future Journalism Project menggarisbawahi peliputan tersebut. Sebagaimana dilaporkan situs tersebut  juga menyebut sebuah laboratorium eksperimen di Universitas Nebraska-Lincoln yang meneliti berbagai kemungkinan dari apa yang disebut "drone journalism" – atau jurnalisme pesawat tak berawak, dengan mengirimkan kamera-kamera terbang dengan alat GPS untuk meliput berbagai peristiwa penting dan menangkap gambar-gambar video yang disukai para pemirsa. Hal tersebut menunjukkan berbagai kegunaan positif penggunaan pesawat tanpa awak dalam dunia jurnalisme.
                  Salah Satu Jenis Pesawat Tanpa Awak (sumber: www.voanews.com)
Selain dalam bidang jurnalisme pesawat tanpa awak pun kini dimulai dan diminati oleh aktivis Lingkungan dan HAM. Sebagaimana laporan wartawan VOA Nico Colombant dalam www.voanews.com, Organisasi “Sea Shepherd Conservation Society” yang merupakan organisasi aktivis lingkungan dalam situsnya merinci sebagian strategi mereka untuk menghadapi armada gelap pencari ikan paus itu. Ini tampaknya mencakup penggunaan pesawat-pesawat tak berawak, yang kata kelompok-kelompok aktivis, mereka gunakan Desember lalu untuk memantau laut-laut di Hemisfer Selatan. Sedangkan aktivis HAM Andrew Stobo Sniderman, salah seorang pendiri “Genocide Intervention Network,” baru-baru ini menulis sebuah artikel yang diterbitkan koran The New York Times dengan judul "Drones for Human Rights." Aktivis HAM itu mengemukakan, banyak yang diperoleh dari informasi yang didapat dari kamera-kamera terbang itu tentang berbagai zona konflik seperti Suriah atau bagian timur Republik Demokratik Kongo.
Penggunaan pesawat tanpa awak untuk kepentingan misi lingkungan dan HAM tersebut menciptakan solusi baru dalam mengungkapkan bukti-bukti gambar yang sulit didapatkan melalui cara yang biasa. Akan tetapi, hal yang sangat perlu diperhatikan dalam penggunaan pesawat tanpa awak atau drone ini, yaitu, ketika digunakan untuk mengambil gambar atau video baik yang berkaitan dengan misi lingkungan maupun pelanggaran  HAM adalah ketika pesawat tersebut digunakan untuk misi yang memasuki wilayah udara yang merupakan kedaulatan suatu negara lain. Hal tersebut akan menjadi suatu pelanggaran terhadap batas wilayah suatu negara yang merupakan pelanggaran terhadap Hukum Internasional berdasarkan Piagam PBB. Apalagi jika negara yang bersangkutan tidak memberikan ijin terbang memasuki wilayah kedaulatan udaranya.
Piagam PBB mengakui prinsip-prinsip kedaulatan dan persamaan kedaulatan semua negara, integritas teritori, dan tindakan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara manapun sebagaimana tertuang dalam Article 1 dan Article 2. Dengan masuknya pesawat tanpa awak tersebut dalam batas wilayah negara lain maka tindakan aktivitas tersebut akan menjadi ilegal dikarenakan bertentangan dengan norma-norma Hukum Internasional yang diterima secara universal terkait kedaulatan dan tak-dilanggarnya wilayah udara satu negara berdaulat dan tujuan dasar hubungan damai serta bersahabat yang seharusnya ada di antara negara berdaulat. Maka dari itu sebelum melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan pesawat tanpa awak dalam misi Hak Asasi Manusia yang melintasi batas suatu negara yang berdaulat ada baiknya Aktivis atau Organisasi Hak Asasi Manusia sebaiknya mengajukan permohonan atau telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk melalui Resolusi PBB No. 60/251 pada tanggal 15 Maret 2006.