Dalam bukunya Hukum Responsif Pilihan di Masa Transisi ini, pendekatan hukum responsif diharapkan bisa membantu memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Tujuan hukum harus benar-benar untuk men-sejahterakan masyarakat dalam kepentingan yang lebih besar, bukan untuk kepentingan mereka yang berkuasa. Philippe Nonet dan Philip Selznick mengakhiri suatu cara berfikir tertentu yang bersifat linier dan matematis, yang dimaksud adalah meletakkan perkembangan dan pembangunan hukum secara linier yang dikemas dalam bentuk “Teori Modernisasi”. Teori tersebut berjaya pada tahun 60-an tetapi mulai surut sejak tahun 70-an. Teori modernisasi secara sederhana mengatakan, bahwa negara-negara berkembang akan mencapai suatu tingkat perkembang hukum yang dinikmati oleh negara-negara maju atau modern asal mau mengikuti jalan yang ditempuh oleh masyarakat maju tersebut. Apabila negara berkembang mampu menghilangkan hambatan-hambatan ke arah modernisasi, maka akan dijamin menjadi negara maju. Jaminan tersebut lebih banyak tidak terbukti dan mulailah teori tersebut ditinggalkan.
Maka dari itu Philippe Nonet dan Philip Selznick mengembangkan model development. Kelebihan model development Philippe Nonet dan Philip Selznick terletak pada pemahamannya tentang betapa kompleksnya kenyataan antara hukum dan masyarakat. oleh teori modernisasi, realitas yang kompleks telah direduksi menjadi sangat sederhana, sehingga gagal lah teori tersebut membuat ramalan tentang perkembangan hukum dalam masyarakat. Philippe Nonet dan Philip Selznick menyadari kenyataan yang rumit antara hukum dan masyarakatnya. disitulah kelebihan development model mereka. hal tersebut memperkuat keyakinan kita bahwa semakin kokoh suatu teori berpijak pada pada kenyataan semakin besar pula kekuatannya. kendatipun Nonet dan Selznick mengunggulkan tipe hukum yang responsive tetapi itu tetap dipegangnya dengan reserve. keberhasilan hukum responsif akan sangat ditentukan oleh oleh tersedianya modal sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. bahkan apabila yang kita inginkan adalah stabilitas, maka kedua penulis itu lebih mengunggulkan tipe hukum yang otonom.
Sebelum melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan Selznick membedakan tiga klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu: (1) hukum sebagai pelayanan kekuasaan refresif, (hukum represif), (2) hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakkan refresi dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom), dan (3) hukum sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif). Nonet dan Selznick beranggapan, bahwa hukum represif, otonom, dan responsif bukan saja merupakan tipe-tipe hukum yang berbeda tetapi dalam beberapa hal juga merupakan tahapan-tahapan evolusi dalam hubungan hukum dengan tertib sosial dan tertib politik. Keduanya selanjutnya menyebut tahapan-tahapan evolusi tersebut sebagai model perkembangan (developmental model). Di antara ketiga tipe hukum tersebut, Nonet dan Selznick berargumen bahwa hanya hukum responsif yang menjanjikan tertib kelembagaan yang langgeng dan stabil. Model perkembangan dapat disusun ulang dengan fokus pada hukum otonom, dengan menunjuk pada konflik-konflik pada tahapan tersebut yang menimbulkan tidak hanya risiko kembalinya pola-pola represif namun juga kemungkinan terjadinya responsivitas yang lebih besar. Karakter masing-masing tipe dapat dilihat seperti tabel Tiga Tipe Hukum di bawah ini:
TIGA TIPE HUKUM
HUKUM RESPONSIF | HUKUM OTONOM | HUKUM RESPONSIF | |
TUJUAN HUKUM | Ketertiban | Legitimasi | Kompetensi |
LEGITIMASI | Ketahanan sosial dan tujuan negara (raison d’etat) | Keadilan prosedural | Keadilan substansif |
PERATURAN | Akeras dan rinci namun berlaku lemah terhadap pembuat hukum | Luas dan rinci; mengikat penguasa maupun yang dikuasai | Subordinat dari prinsif dan kebijakan |
PERTIMBANGAN | Ad hoc: memudahkan mencapai tujuan dan bersifat partikular | Sangat melekat pada otoritas legal; rentan terhadap formalisme dan legalisme | Purposif (berorientasikan tujuan); perluasan kompetensif kognitif |
DISKRESI | Sangat luas; oportunistik | Dibatasi oleh peraturan; delegasi yang sempit | Luas, tetapi tetap sesuai dengan tujuan |
PAKSAAN | Ekstensif; dibatasi secara lemah | Dikontrol oleh batasan-batasan hukum | Pencarian positif bagi berbagai alternatif, seperti intensif, sistem kewajiban yang mampu bertahan sendiri |
MORALITAS | Moralitas komunal; moralisme hukum; “moralitas pembatasan” | Moralitas kelembagaan; yakni dipenuhi dengan integritas proses hukum | Moralitas sipil; “ kerja sama” |
POLITIK | Hukum subordinat terhadap politik kekuasaan | Hukum “independen” politik; pemisahan kekuasaan | Terintegrasinya aspirasi hukum dan politik; keterpaduan kekuasaan |
HARAPAN AKAN KETAATAN | Tanpa syarat; ketidaktaatan per se dihukum sebagai pembangkangan | Penyimpangan peraturan yang dibenarkan, misalnya untuk menguji validitas undang-undang atau perintah | Pembangkangan dilihat dari aspek bahaya substantif; dipandang sebagai gugatan terhadap legitimasi |
"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar